Download versi cetak: 1410_KebaktianSore_2025-9-Nov
Pentingnya Anak-anak dan Pelayanan Anak
Pdt. Dr. Stephen Tong
*Ringkasan khotbah ini belum diperiksa pengkhotbah
Mulai kira-kira umur 18 saya mengambil keputusan menjadikan anak-anak sebagai pelayanan saya yang sangat penting. Saya mulai membuat kebaktian untuk anak-anak. Saya rasa anak-anak sangat senang ikut kebaktian yang saya pimpin. Lalu saya mulai menambah kebaktian-kebaktian untuk anak-anak. Akhirnya makin banyak anak yang ikut kebaktian yang saya pimpin, dari umur 3 sampai umur 12 mereka berduyun-duyun ikut kebaktian anak-anak yang saya pimpin. Lalu di gereja di Surabaya tempat saya melayani setiap tahun mengadakan KKR anak. Anak yang ikut bertambah-tambah setiap tahun. Sampai satu kali lebih dari 1000 anak yang ikut. Lalu saya menganggap ini pelayanan yang paling penting dan saya mulai mendidik bagaimana melayani, bagaimana memimpin kebaktian anak-anak. Ada orang-orang di luar negeri yang ahli melayani anak-anak yang bicara sama saya. Memang anak-anak itu penting tapi anak-anak tidak bisa dengar khotbah terlalu lama. Maka mereka berkata, “Jangan cerita panjang lebih dari 30 menit untuk anak-anak. Karena mereka tidak bisa tahan.” Lalu saya mulai tanya mereka, “Menurut Anda kira-kira berapa lama paling cocok untuk anak-anak?” Mereka menjawab 10 sampai 15 menit. Saya mengatakan saya khotbah untuk anak-anak paling sedikit 40 menit sampai 1 jam. Kalau 1 jam lebih, mereka bilang itu tidak mungkin. Menurut psikologi anak-anak mempunyai konsentrasi paling banyak 15-20 menit. Saya mulai menjauhi orang-orang yang teori seperti ini. Di setiap kota saya mengadakan KKR anak-anak. Akhirnya kebaktian anak-anak yang saya pimpin kadang-kadang lebih dari 1500 orang. Satu kali sampai 2000 lebih orang. Banyak orang tidak mengerti bagaimana ini mungkin. Mengapa anak-anak mau dengar begitu lama. Saya ditanya apa rahasianya? Saya juga tidak mengerti. Saya tahu itu anugerah Tuhan. Saya sadar itu sesuatu anugerah khusus yang Tuhan berikan kepada saya.
Satu hari saya mengajak majelis di Surabaya untuk mempertumbuhkan kebaktian anak-anak. Caranya dengan mencari keluarga-keluarga yang mau meminjamkan ruang tamunya untuk dipakai mengadakan sekolah minggu. Lalu kita menaruh kursi-kursi kecil untuk anak-anak. Waktu itu pelayanan semacam ini belum pernah ada di dunia. Saya percaya ini mungkin. Maka saya memberikan panggilan di gereja. Akhirnya kira-kira delapan yang setuju meminjamkan ruang tamu mereka. Saya mulai pesan kursi anak-anak, bukan kursi dewasa. Lalu dikirim ke rumah mereka. Pihak kami melatih anak-anak muda yang mencintai anak-anak dan dikirim ke rumah mereka. Setiap tempat kirim kira-kira tiga sampai empat pemuda-pemudi. Yang satu menjadi pembicara. Yang dua mengatur tata tertibnya anak-anak, jangan terlalu ribut. Yang satu lagi belajar melihat dan menanti giliran dia. Dari pelayanan seperti ini akhirnya jumlah anak terus bertambah. Lalu majelis-majelis yang ada beban dikirim ke rumah-rumah itu lihat perkembangannya bagaimana. Saya harus mendidik semua guru yang mengajar. Ambil cerita yang menarik. Menyampaikan dengan kalimat yang pendek-pendek. Pakai bahasa yang mudah diterima. Jangan pakai istilah-istilah yang sulit. Kalau perlu bikin lucu sedikit. Harus mempunyai gerak-gerik badan untuk anak-anak memperhatikan setiap kalimat. Kalau ceritanya panjang, teknik bikin pendek, bagaimana? Kalau ceritanya terlalu pendek, teknik bikin panjang, bagaimana? Kalau dalam cerita ada sesuatu dialog, harus pakai suara berbeda. Saya memberikan latihan itu. Banyak orang tertarik. Mereka belajar. Mereka mulai menjalankan. Akhirnya di dalam 3 tahun anak-anak sekolah minggu yang tadinya 50 menjadi 1950. Surabaya tidak pernah ada gereja yang pertumbuhan sekolah minggu dari 50 menjadi hampir 2000. Ini menggemparkan kota Surabaya. Banyak gereja kaget sekali. Mungkinkah satu sekolah minggu bertumbuh hampir berapa puluh kali banyaknya orang? Tapi fakta itu yang terjadi. Dan lebih banyak orang yang bersedia meminjamkan ruang tamunya. Ini adalah satu penerobosan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sayang sekali, sesudah itu, karena saya harus khotbah ke banyak tempat di dunia, sehingga tidak bisa meneruskan pelayanan ini.
Satu kali ada orang yang mengatakan tidak boleh ada sekolah minggu di dalam rumah orang Kristen di sini. Keluarga itu ketakutan karena mereka mau pakai batu menghancurkan rumah itu. Lalu orang pemilik rumah datang ke gereja, bolehkah saya tutup? Ini tantangan yang besar. Saya berkata, “Kalau orang minta tutup kebaktian anak-anak di rumahmu, minta mereka tulis surat karena kami akan kasih tahu sama kantor agama.” Dan mereka diberikan keberanian untuk menjawab demikian. Akhirnya sampai hari ini surat itu belum pernah masuk dan pelayanan boleh diteruskan. Saya tidak terus menjadi pendeta di situ. Di antara gereja-gereja yang sangat banyak di daerah situ di dalam Surabaya, hanya gereja ini yang bertumbuh terus-menerus. Waktu itu yang menjalankan kebaktian seperti ini ada dua orang. Satu saya, satu kakak saya namanya Caleb Tong. Setelah mendapat hampir 2000 anak-anak, akhirnya saya pindah melayani gereja lain. Caleb Tong pindah melayani di Kota Bandung. Sehingga mereka yang tinggal meneruskan pelayanan ini, tetapi tidak sesukses waktu saya ada di situ. Sedangkan kebaktian saya belum pernah berhenti. Saya KKR anak-anak ke Hong Kong, Taiwan, Amerika, Asia Tenggara, Singapura, Kuala Lumpur dan tempat-tempat yang lain. Saya kira itu satu hal yang seharusnya. Saya kira itu bukan hal khusus, itu hal yang sangat biasa. Tetapi lambat laun saya sadar, dunia tak ada pelayanan seperti itu. Dunia juga tidak ada KKR anak-anak. Di dalam pelayanan itu saya berdoa kepada Tuhan. Biarlah anak-anak suka datang kebaktian. Biar anak-anak suka memuji Tuhan. Biar anak-anak mempunyai lagu-lagu khusus untuk memuji Tuhan. Lalu saya cari di buku, cari lagu yang cocok untuk anak-anak. Akhirnya saya menemukan: tidak ada. Bagaimana bikin anak-anak bisa terus nyanyi? Bagaimana bikin anak-anak suka nyanyi? Harus ada lagu yang baru. Akhirnya saya baru sadar, Tuhan gerakkan saya bikin lagu untuk anak-anak. Satu tahun dapat tiga, dapat lima. Dua- tiga tahun dapat puluhan lagu. Dan waktu saya ajarkan mereka, mereka senang sekali. Sekarang di dunia banyak lagu untuk anak-anak. Kebanyakan adalah ciptaan lagu yang saya kerjakan. Saya menggubah lagu-lagu yang mudah dinyanyikan anak-anak.
Suatu hari waktu saya memimpin anak-anak kebaktian KKR di Surabaya, terus sambung sampai 6 hari. Anak-anak rebutan naik mobil, naik taksi sampai di gereja saban hari ikut kebaktian. Sampai hampir 2000 anak-anak. Mereka datang tepuk tangan datang nyanyi. Hatinya penuh dengan api. Dan malam terakhir saya minta siapa mau jadi Hamba Tuhan, mau mengabarkan Injil, mau membawa jiwa kembali kepada Tuhan, maju ke depan menyerahkan diri menjadi hamba Tuhan. Ada ratusan anak-anak mengalirkan air mata maju ke depan, menyerahkan diri mau menjadi hamba Tuhan.
How to evangelize to the children. How to make them listen to the word of God, how to teach them to sing, to praise God. Satu hari saya berdoa kepada Tuhan. Tuhan bangkitkanlah banyak orang yang mencintai anak-anak. Tuhan, berkatilah anak-anak supaya mereka sungguh-sungguh beriman kepada Tuhan. Kalau Tuhan memelihara saya, saya berjanji sampai mati tidak membenci, tidak membuang anak-anak. Pada waktu umur 49, saya sudah keliling dunia berapa puluh kali. Saya kembali ke Jakarta. Saya berkata, “Silakan bikin satu kebaktian setiap tahun. Kumpulkan anak-anak namanya Bible Camp. anak-anak.” Hamba-hamba Tuhan di Jakarta mulai membentuk BCN. Lalu mengumpulkan anak-anak cerita sama mereka. Dan saya perhatikan BCN perkembangannya bagaimana? 6 tahun :100 – 120 – 125 – 130, sampai tahun keenam tetap tidak sampai 150. Saya mengatakan ini terlalu lambat, bolehkah saya kecimpung lagi? Saya masuk ke dalam anak-anak. Saya memimpin BCN sendiri. Mereka menyerahkan kembali kepada saya. Saya pakai cara saya melatih banyak orang. Mulai bikin BCN kira-kira 8 tahun yang lalu pertama kali di Pusat. Akhirnya karena berkat Tuhan, kali pertama BCN 1200 orang. Sesudah itu tahun kedua lebih lagi. Tahun ketiga lebih lagi. Sekarang sudah menjadi kebiasaan setiap tahun adalah BCN. Bible Camp anak-anak BCN sampai tahun ini masih ada. Saya kalau cerita terus, tidak habis-habis. Tapi apa yang saya alami, apa yang saya ceritakan, semua fakta, semua sungguh-sungguh.
Hari ini saya melihat anak banyak di sini. Saya punya pikiran sangat gelombang besar, sangat tergerak untuk bicara ini. Mencintai Tuhan dan mencintai anak-anak tidak bisa dipisahkan. Jikalau engkau mencintai Tuhan, cintalah anak-anak, dombaku yang kecil. Ini jawaban Tuhan kepada Petrus ketika Tuhan bertanya sampai ketiga kali apakah Petrus mencintai Dia. Jikalau engkau cinta Saya, gembalakanlah anak kecil supaya mereka menjadi dombaku yang setia. Saya percaya hari ini yang dengar khotbah ada orang tua, ada anak-anak. Saya tidak pisahkan anak-anak. Saya biar mereka di sini. Karena saya sekaligus bicara sama orang tua. Saya sekaligus juga bicara sama anak-anak. Kita adalah keluarga di dalam Kristus. Waktu saya bicara teologi, anak-anak sulit mendengar. Waktu saya bicara tentang keluarga, anak-anak harus dengar. Waktu saya janji sama Tuhan sampai tua tidak lupa anak-anak, sampai tua cinta anak-anak. Saya berdoa. Tuhan dengar. Tuhan jawab. Saya ingat. Sekarang umur 85 masih mencintai anak-anak. Anak-anak bukan bodoh. Anak-anak pintar sekali. Anak-anak kalau tahu engkau cintai dia, dia akan sangat mencintai kamu. Anak-anak tidak peduli engkau bagus atau tidak. Anak-anak tidak peduli engkau ganteng atau tidak. Waktu saya masih muda, ganteng sekali, anak-anak senang sama saya. Sekarang saya sama sekali tidak ganteng. Tapi anak-anak tetap cinta saya. Harap mereka mengetahui saya cinta mereka. Saya tidak tahu saya masih hidup berapa tahun.
Anak-anak diberikan Tuhan kepada kita. Hadiah untuk papa dann mama. Hadiah itu dibungkus sepenuhnya. Tak ada lubang tak ada celah sehingga dipelihara di dalam. Setiap anak dan setiap bayi adalah hadiah yang diberikan kepada ayah dan ibu. Hadiah ini diberikan melalui suatu wadah yang dinamakan rahim. Anak itu tidak bisa lari. Anak itu tidak bisa pergi. Karena dia dibungkus seluruhnya di dalam rahim. Maka napas dia pun bersandarkan ibu. Ini tahap pertama.
Tahap kedua setelah 9 bulan, anak itu dari rahim harus ke luar. Sudah keluar ada gunting yang potong tali yang menghubungkan ia dengan ibunya. Dia lepas dari badan ibu dan tidak pernah disambung lagi. Satu kali dipotong untuk selama-lamanya meninggalkan ibunya. Lalu menjadi bayi yang tahap kedua bukan dibungkus, tapi digendong dengan dua tangan. Digendong berapa lama? Paling sedikit 10 sampai 12 bulan. Kalau dilepas dia menangis. Kalau digendong dia aman. Dan anak itu tadi di dalam rahim, sekarang di dalam kedua lengan orang tuanya.
Satu tahun kemudian, tahap ketiga. Anak ini dilepas dari tangannya. Dia mulai belajar jalan dengan kedua kaki yang tidak stabil. Waktu itu tahap ketiga, dia tidak mau lepas tangan mamanya, karena dia jalannya tidak stabil, harus dituntun oleh mamanya. Ini tahap ketiga berapa lama? Saya tidak tahu. Mungkin sampai tahun kedua, tahun ketiga mamanya mulai melepas tangan itu. Dengar baik-baik. Pertama dibungkus, kedua dirangkul, ketiga dilepas dan dipegang tangannya sampai umur tiga.
Tahap keempat tidak lagi pegang tangan, tidak lagi memeduli setiap langkah dia. Mama mengatakan, engkau sudah besar, sudah umur empat, engkau sudah bisa jalan sendiri, saya lepas. Lalu tangan mamanya lepas, anak itu mulai berdikari. Dia mulai lari-lari, dia mulai jalan-jalan. Dia mulai merdeka. Mulai jalan atas langkah kakinya sendiri. Mulai bicara dengan lidahnya sendiri, mulai pikir dengan otak sendiri. Akhirnya dia bilang, “Mama, saya mau pergi sekolah.” Sekarang mama lepas tangannya, serahkan anak ini kepada guru yang di sekolah. Dari bungkus, menjadi lepas, menjadi gendong. menjadi pimpin, menjadi lepas. Haknya mama terus berkurang. Guru mengetahui kesulitan anak ini, mulai memberi petunjuk, mulai memberi koreksi, mulai memberi pendidikan, tetapi mamanya juga ikut mengawasi anak-anak ini. Tahap keempat, mama mengawasi tapi tidak lagi mencampuri, membiarkan dia dibimbing oleh guru. Mamanya menyelidiki, mengawasi dan mengoreksi dia. Pelan-pelan SD selesai, SMP. SMP selesai, SMA. Sudah SMA selesai, dia masuk universitas. Mamanya mengatakan, “Engkau mau sekolah di mana?” Anak mulai memilih sendiri. Dulu tidak pernah, sekarang memilih memakai pikiran dan hak sebagai pemuda. Waktu dia memilih, dia minta persetujuan mama, apa dia boleh ke luar negeri. Sekarang mama bisa apa? Tidak bisa bungkus lagi. Tidak bisa gendong lagi. Tidak bisa partisipasi kerja sama dengan guru lagi. Sekarang harus lepas 100%. Anak kalau ke luar negeri, jangan lupa Tuhan, jangan lupa cari kawan yang baik, jangan bergaul dengan orang yang tidak benar, harus mempunyai pilihan yang bijaksana. Orang tua hanya bisa memberi nasihat, tapi tidak bisa campur tangan karena anak ini sudah besar. Sudah besar masih diberi petunjuk oleh mamanya, sampai satu hari anak bilang, “Saya sudah dewasa, saya mau menikah.” Mama berkata, “Kau mau menikah, berarti kau sudah sama sekali lepas dari orang tuamu.” Alkitab mengatakan orang sudah dewasa bersatu dengan istri meninggalkan papa mamanya. Mulai hari itu dia cari pasangan yang dia rasa cocok. Ada yang cari pasangan berdasarkan nafsu. Pemeliharaan pengawasan mama makin kurang. Dia tanggung jawab atas pilihan sendiri. Sudah itu tahap terakhir, mama ditinggalkan. Dia bersatu dengan istri, dia melahirkan anak yang dibungkus di dalam rahimnya. Mulailah generasi yang baru. Tidak mungkin campur tangan mama lagi. Tidak mungkin intervensi papa lagi. Tidak perlu dinaungi oleh guru yang mana. Dia berdikari 100%. Tidak lama lagi dia mendengar mamanya meninggal. Tidak lama lagi dia mengetahui papanya meninggal dan dia mulai hidup tersendiri menghadap hari depan yang tidak menentu sama sekali. Berapa puluh tahun lagi ternyata istrinya juga meninggal atau suaminya juga meninggal. Dia menjadi sebatang kara, seorang tua sendiri yang harus menghadap kekekalan. Inilah hidup manusia. Dari sepenuhnya dibungkus, sampai akhirnya sepenuhnya merdeka, sampai terakhir sepenuhnya bertanggung jawab kepada Tuhan.
Perjalanan daripada hidup manusia daripada rahim ibumu, until finally you be responsible individually before God, hingga akhirnya engkau bertanggung jawab secara pribadi di hadapan Allah. Waktu itu, engkau dari dibungkus, dipelihara, digendong, dinasihati, dilepas, sampai bertanggung jawab sendiri. Sebelum anak lepas dari rahim, mama bertanggung jawab 100% sampai engkau harus membiarkan dia sekolah. Engkau bertanggung jawab bekerja sama dengan guru di sekolah yang menjaga dia. Sampai dia sudah menikah, kau terpaksa melepaskan dia. Dia harus bertanggung jawab di hadapan Tuhan. Hidup memilih cara yang bagaimana.
Dengar kalimat-kalimat yang terakhir. Ketika bayi itu di dalam rahim, ketika dia tidak memiliki kebebasan sama sekali. Apa yang engkau rencanakan kepada bayi ini di dalam kehidupannya? Ketika engkau harus menghidupinya dan kau harus membuatnya menjadi seorang yang berdikari dan engkau perlahan-lahan kehilangan kuasamu atasnya. Setiap langkah. Apakah engkau telah melakukan tanggung jawabmu? Have you done your best to protect them? Apakah engkau telah melakukan yang terbaik untuk melindunginya?
Hari ini ratusan anak-anak di sini. Saya memberikan peringatan kepada orang tua. Waktu mereka masih di dalam penguasaan anda, waktu mereka masih perlukan nasihat anda, mereka masih boleh dengar kalimat penting daripada ibunya. Peganglah kesempatan ini. Bicara baik-baik. Ajarkan mereka. Rencanakan mereka di dalam kehendak Tuhan. Karena satu hari kuasamu akan tidak ada lagi. Suatu hari mereka akan independen. Tidak lagi dengar papa. Tidak lagi dengar mama. Karena engkau sudah tua. Engkau tidak bisa lagi kuasai mereka. Mereka sudah otonom, mereka tidak perlu nasihat lagi. Waktu itu mungkin mereka hilang di dalam tangan setan, tidak ada orang bisa pengaruhi mereka. Waktu itu mungkin mereka tetap mengingat ajaranmu seumur hidup takut kepada Tuhan. Mari baik-baik kita pikirkan. Apakah kewajiban saya sebagai ibu yang pernah membungkus mereka di dalam rahim dan akhirnya melepaskan mereka di dunia ini. Tuhan pimpin kita. Jangan menghilangkan kewajiban dan hak istimewa yang pernah Tuhan berikan. Bayi adalah anugerah Allah. Anak-anak kita adalah warisan yang diberikan Allah bagi kita. Hidup mereka adalah berkat Tuhan. Biar mereka direncanakan oleh ayah dan ibu yang bijaksana. Biar mereka dipimpin oleh orang tua yang takut kepada Tuhan. Tuhan memberkati kita.